Bagaimana dengan blog ini??

Selasa, 12 Juni 2012

Asuhan Keperawatan Pada Klien Osteomielitis


BAB I
TINJAUAN TEORI
A.  Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat. Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

B.  Etiologi
1.      Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
2.      Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya.
Tulang, yang biasanya terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
1)      Aliran darah
Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan (pada anak-anak) dan di tulang belakang (pada dewasa).
Orang yang menjalani dialisa ginjal dan penyalahguna obat suntik ilegal, rentan terhadap infeksi tulang belakang (osteomielitis vertebral). Infeksi juga bisa terjadi jika sepotong logam telah ditempelkan pada tulang, seperti yang terjadi pada perbaikan panggul atau patah tulang lainnya.
2)      Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui patah tulang terbuka, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
Infeksi ada sendi buatan, biasanya didapat selama pembedahan dan bisa menyebar ke tulang di dekatnya.
3)      Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.
Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah atau diabetes (kencing manis). Suatu infeksi pada sinus, rahang atau gigi, bisa menyebar ke tulang tengkorak.
C. Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada  pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
D. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat.
Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat melalui aliran darah, menyebabkan demam dan kadang-kadang di kemudian hari, nyeri pada tulang yang terinfeksi. Daerah diatas tulang bisa mengalami luka dan membengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri.
Infeksi tulang belakang biasanya timbul secara bertahap, menyebabkan nyeri punggung dan nyeri tumpul jika disentuh. Nyeri akan memburuk bila penderita bergerak dan tidak berkurang dengan istirahat, pemanasan atau minum obat pereda nyeri. Demam, yang merupakan tanda suatu infeksi, sering tidak terjadi.
Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal dari penyebaran langsung, menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah diatas tulang, dan abses bisa terbentuk di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan pemeriksaan darah menunjukkan hasil yang normal.
Penderita yang mengalami infeksi pada sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah tersebut.
Jika suatu infeksi tulang tidak berhasil diobati, bisa terjadi osteomielitis menahun (osteomielitis kronis).Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun.
Osteomielitis menahun sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak diatas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah yang menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit.
E.  Klasifikasi
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1.      Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.
2.      Osteomyelitis Sekunder  à Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a.       Osteomyelitis akut
v  Nyeri daerah lesi
v  Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
v  Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
v  Pembengkakan lokal
v  Kemerahan
v  Suhu raba hangat
v  Gangguan fungsi
v  Lab = anemia, leukositosis
b.      Osteomyelitis kronis
v  Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
v  Gejala-gejala umum tidak ada
v  Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
v  Lab = LED meningkat          
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering :
v  Staphylococcus (orang dewasa)
v  Streplococcus (anak-anak)
v  Pneumococcus dan Gonococcus
F. Evaluasi Diagnostik
Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.
F. Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2.      Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
3.      Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
4.      Pemeriksaan Biopsi tulang.
5.      Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6.      Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
G. Prinsip penatalaksanaan
1.      Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
2.      Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
3.      Istirahat local dengan bidai atau traksi
4.      Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab
5.      Drainase bedah
H. Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis.



BAB II
Asuhan Keperawatan

1.   Pengkajian
a)     Riwayat keperawatan
Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitis. Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi.Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
b)    Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema.
c)    Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d)    Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI

2.  Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2.      Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3.      Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4.      Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
5.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatan dalam bergerak
7.      Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang

3.   Perencanaan Keperawatan
DP.1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria Evaluasi :
Tidak terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan suhu tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.




2.


3.


4.


5.




6.
Mandiri :

Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)

Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)

Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka

Amati perubahan suhu setiap 4 jam


Kompres air hangat


Kolaborasi :

Pemberian obat-obatan analgesik

Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya

Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.
Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri
Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman



Mengurangi rasa nyeri

DP. 2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan  keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
a)      Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
b)      Mempertahankan posisi fungsional
c)      Meningkatkan / fungsi yang sakit
d)     Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasionalisasi :
No.
Intervensi
Rasionalisasi


1.


2.




3.


4.






5.




6.
Mandiri :

Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan

Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit

Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak

Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan

Ubah posisi secara periodik


Kolabortasi :

Fisioterapi / aoakulasi terapi


Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang

Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien



Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien

Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi



Mengurangi gangguan mobilitas fisik




Mengurangi gangguan mobilitas fisik

DP. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi :
Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.






2.



3.


4.



5.
Mandiri :

Pantau :
-          Suhu tubuh setiap 2 jam
-          Warna kulit
-          TD, nadi dan pernapasan
-          Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit

Lepaskan pakaian yang berlebihan



Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.
Motivasi asupan cairan



Kolaborasi :

Beriakan obat antipiretik sesuai dengan anjuran


Memberikan dasar untuk deteksi hati






Pakaian yang tidak berlebihan  dapat mengurahi peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi, dan meningkatkan  kenyaman pasien.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh

DP, 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien  :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.



2.




3.




4.





5.
Mandiri :

Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien


Kaji patologi masalah individu.




Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.


Kolaborasi :

Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran


Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk memperoleh kontrol

Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik 

Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.

Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.rapeutik.



Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk mengontrol ansietasnya


DP. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien :
Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :
Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.



2.



3.



4.





5.




6.

7.


8.




9.
Mandiri :

Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan yang terjadi

Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi, misalnya ; bantal dan guling

Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru

Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan kebutuhan malam hari



Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur

Instruksikan tindakan relaksasi

Kurangi kebisingan dan lampu


Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila mungkin
Kolaborasi :

Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi


Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat


Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis


Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stres dan ansietas dapat berkurang

Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung hantu” dapat menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun


Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari


Membantu menginduksi tidur

Memberikan situasi kondusif untuk tidur

Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat digunakan untuk membantu merubah posisi


Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru

DP. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :
Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :
Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
Intervensi
Rasionalisasi


1.




2.


3.





4.



5.


6.
Mandiri :

Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen


Anjurkan program hemat energi


Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap




Kaji respon abdomen setelah beraktivitas


Berikan kompres air hangat


Beri waktu istirahat yang cukup


Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung

Mencegah penggunaan energi berlebihsn

Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan

Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat

Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri

Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan

DP 7. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
No.
Intervensi
Rasionalisasi


1.



Mandiri:

Pertahankan system kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.


Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
2.


Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri kedalam kandung kemih.
3



.
Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka, disorientasi.
Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi
4.



Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik.
Adanya drain, insisi suprapubik
meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5.



Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
6.
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi

Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.


7.
Kolaborasi:

Berikan antibiotic sesuai indikasi


Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada prostatektomi.




DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3,
EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.
Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI 1982. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson, 1999., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar